By. Nani Cahyani
Banyak kejadian-kejadian lucu yang
menggelitik ruang benakku tiap harinya, sebut saja salah satu pengalamanku saat
melewati jalan perintis kemerdekaan 7, Makassar. Segerombolan sapi dibiarkan
begitu saja dijalanan, disaat saya terburu-buru hendak memprint file tugas
kisah ini sudah beberapa bulan berlalu tapi tetap hangat di ingatanku. Saat
mencoba melewati sapi-sapi itu namun terkepung ditengah-tengah teriak minta
tolong justru sapi-sapi itu memandangiku mungkin fikiran mereka “emang ini
jalanmu pakai minta tolong segala” dengan panik saya mencari lowongan untuk
lewat, beruntung saja saat mengendarai motor tidak sendiri seorang kawan nebeng.
Antara takut dan lucu kamipun berhasil melewati segerombolan sapi-sapi yang menggalau
karena dibiarkan lepas mencari makanan. Cerita sapi-sapi kuanggap lucu karena
disudut kota Makassar masih ada gembala sapi modern yang tak memakai topi koboi
tapi malah menggunakkan headset menggiring sapi-sapi, sigembala sapi modern tak
mungkin mendengar teriakan panik kami karena lagi asyik mendengarkan musik
(sayang saat itu, saya tak sempat mengabadikan momentnya). Tingkah sigembala
sapi adalah versi mengusir galau yang ampuh diera modern ketika musik menjadi alternatif
pilihan membunuh kegalauan.
Versi lain
mengusir gundah dan galaunya hati adalah gadget dan social networking,
perkembangan teknologi menjadikan orang lebih tertarik menceritakan kegalauan
hati melalui status. Terkadang bahasa status inspiratif namun tetap saja banyak
status selalunya menggalau. Dihari-hari tertentu status menggalau marak pada
malam minggu biasanya jomblowan dan jomblowati menulis status “Malming dengan
siapa ya” dan status yang lain mencari pembenaran bahwa menjadi jomblo tak
selalu menyedihkann “jangan keluar malming banyak setan” dan masih banyak lain.
Zaman ini galau seperti menjadi trend topic yang menarik, sempat terlintas
dalam fikiranku apa penyakit masyarakat modern adalah menggalau. Dalam level
tertentu menggalau bisa saja menjadikan kita lebih fokus pada diri sendiri
menganggap diri tak lebih beruntung ketimbang yang lain, entahlah… yang
pastinya menggalau bisa menjadi positif. Saya mengambil contoh ketika galau
seseorang bisa saja menjadi maestro puitis dan mumpuni merangkai kata-kata
menjadi indah jika sesegera mungkin ketika galau menyerang menulislah apa yang dirasakam
oleh hati karena ketika benak bekerjasama dengan hati maka ide-ide brilliant
memainkan kata hadir tersertakan dengan natural. Galau yang lain yang bermakna
positif saat menjelang ujian biasanya galau intelektual menghampiri kita
menjadi takut nilai yang keluar tak menyenangkan, jika galau seperti ini hadir
segeralah mengambil buku dan membaca bahan yang akan diujikan. Galau
intelektual pasti terkikis dengan sendirinya. Galau yang berikut ini sangat
bermakna positif, ketika dirimu sedang galau jangan menceritakan kegalauanmu
pada orang yang selalu menggalau karena kalau sama-sama menggalau habislah
fikiran sehat yang ada “fikiran
andai..andai..entahlah.. mungkin”. Jadilah pendengar yang baik untuk yang
lagi menggalau karena tanpas disadari dengan banyak mendengarkan berarti kita
belajar tentang sabar dan merendahkan hati.
Galau bisa
bermakna positif ketika dimaknai positif sebagai contoh semisal janjimu pada
seseorang untuk membuktikan dirimu bahwa dirimu pantas dibanggakan dan
membiarkan orang lain tersenyum saat mengingatmu, dengan bekerja keras bermakna
prosesmu membuktikan diri karena mengenyahkan perasaan galau yang dialami.
Dengan pembuktian diri kita menunjukkan tingkat konsistensi kita pada janji.
Berusahalah menjadikan galau bernilai tentang memanusiakan perasaan, karena
perasaan memang terkadang harus galau dalam grafik yang semestinya
terseimbangkan antara bahagia dan bersedih. Semua rasa yang kita alami mesti
diseimbangkan karena alampun terkadang menggalau dengan caranya dan sesudahnya
menyeimbangkan gerak geriknya pada semesta yang selalu beriak dalam bahasanya
yang indah.
Segeralah
menulis namun ketika menulis menjadi buntu membacalah karena membaca membuka
millions of ideas dalam benak pemikiran.
Langit Makassar, 13 Maret 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar