Rabu, 05 Maret 2014

BARAKATI FILM: DALAM PERSPEKTIF BUDAYA



BY.  NANI CAHYANI
Benteng Keraton Buton
Saya pernah menghadiri salah satu seminar yang diadakan di gedung IPTEK Unhas, seminar sehari ini mengangkat topik budaya lokal, banyak hal hal menarik diangkat oleh pembicara tentang pentingnya melestarikan budaya, semisal contoh budaya memiliki kelas karena budaya adalah tentang kekhasan, peran segala lini untuk mengkaji, memilah dan mentransformasikan nilai budaya dalam konteks kekinian serta melihat kekhasan sebagai asset. Keunikan budaya tiap daerah sangat menarik untuk diexplore dalam lingkup yang berbeda dan dalam kemasan yang apik menarik serta menghibur. Menurut Edward Tylor, keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, adat istiadat dan kesenian adalah bagian keseluruhan yang tak terpisahkan dari kebudayaan.
 
Crew Film yang mengarahkan pemain figuran
Salah satu hal yang menarik dalam dalam konteks kekinian adalah mengangkat tema budaya dalam film dan memperkenalkan keindahan satu daerah pada public melalui film. Film, melibatkan banyak unsur seperti estetika, morality, entertaining, imaginative dan creativity. Dalam tulisan “Nuansa Budaya Dalam Film Indonesia” yang di tulis oleh drs. Ariwibowo di sebutkan bahwa film Indonesia selalu mengutub dalam 2 hal yaitu film sebagai industry seni yang melayani pasar atau film sebagai industry budaya atau bermakna apresiasi seni dan budaya. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa konteks keterikatan budaya dan film merupakan hubungan yang bersinergis dengan memandang budaya sebagai satu paket keragaman kekhasan jika ia bisa mendatangkan benefit maka budaya dan film sukses untuk menjadi orientasi kecenderungan menjadikannya aset berharga atau sebaliknya jika ia dapat menjadi senjata ampuh mempromosikan keunikan, maka dapat dikatakan bahwa film adalah representative budaya masyarakat massive yang modern.
Montytiwa, Acha Septriasa, beserta crew film
Film yang mengangkat tema budaya diantaranya tenggelamnya kapal van der wijk dan yang paling terbaru adalah film Barakati yang distutradarai oleh sutradara handal Monty tiwa, saya pernah secara langsung menyaksikan proses pembuatan film Barakati yang akan ditayangkan serentak pada bulan mei diseluruh cinema di Indonesia, menurut penulis film Barakati cukup mampu menghentak kesadaran masyarakat lokal dipulau Buton dikarenakan film ini melibatkan langsung pemain lokal yang proses perekrutan pemain jelaslah tidak mudah melalui tahap audisi, dan seluruh perangkat dan lembaga adat terlibat dalam proses pembuatan film Barakati. Saya sehari menyaksikan betapa proses pembuatan film tidaklah mudah ia butuh kesabaran dan kerja keras seluruh crew, mereka bukanlah pemain yang nampak dilayar kaca tapi yang lebih berada pada belakang layar namun peranan mereka adalah nyawa sebuah film. 
Myself and Fedi Nuril



 Menilik lebih lanjut kata Barakati berasal dari bahasa daerah wolio yang berarti “diberkati” seingat penulis dari tutur seorang kawan film Barakati adalah film yang mengangkat sejarah keterkaitan kerajaan Buton dan kerajaan Majapahit, berawal dari keinginantahuan seorang mahasiswa Abdul Manan (Fedi Nuril) yang mencari keterkaitan antara dua kerajaan, hingga dalam perjalanannya kedaerah Buton, ia dipertemukan dengan Wa Ambe (Acha Spetriasa). Pengambilan gambar difilm ini dibeberapa tempat dipulau Buton diantaranya Benteng Keraton Buton, Gunung Teletubbies, Pantai Katembe, Wakangka, desa Rongi dan beberapa daerah yang lainnya. Film Barakati sukses membangunkan keterlupaan sesaat masyarakat didaerah Buton untuk lebih mencintai budaya dan mencintai pulau Buton yang kaya akan warisan budaya yang unik, memenuhi rasa dahaga akan kejayaan masa lampau yang bisa serta merta terulang dengan memanfaatkan media hiburan.

Myself and Kak Nuni Nuchman

Film Barakati dalam perspektif budaya adalah tentang bagaimana ia menyentil alam bawah sadar kita semua untuk mencintai budaya, mencintai film Indonesia berarti memberikan apresiasi tertinggi pada semua yang bekerja untuk keberlanjutan seni dan budaya. Apapun itu kita mesti bangga dengan identitas daerah karena itulah kekhasan yang hanya dimiliki oleh kita. Saya teringat tutur Kak Nuni Nuchman (crew film untuk casting pemain), masih menurutnya keramah tamahan penduduk lokal setempat seperti mengajaknya untuk mengunjungi pulau Buton kembali. Semoga film Barakati memberi pencerahan tentang mencintai budaya tak terbatas pada kata mencintai saja tapi sebisa mungkin melakukan gerak nyata melestarikan apa yang menjadi tutur masa lampau tentang kejayaan, harga diri, kebanggaan hingga terefleksikan dalam kemestian mengulanginya. Dengan budaya sesungguhnya kita sedang melewati sekat sekat perbedaan berada pada peradaban yang elegant; mewariskan keabadian pada pengetahuan.
Langit Makassar, 5 Maret 2014















Tidak ada komentar:

Posting Komentar