Culture Performance |
Traditional Dance |
My sister keeper: Love makes everything is nice |
My sister keeper: find a peace in a beach |
My sister keeper: the only thing lives forever is memory |
BY.
NANI CAHYANI
Ada banyak kisah yang menarik yang akan ku tuturkan, yaaa
kisahku sendiri. Hari ini banyak hal yang telah kusiapkan di fikiranku kukemas
dengan rapi dalam memori. Begitu banyak rules dan kemungkinan-kemungkinan
pertanyaan yang mungkin akan muncul dan dipertanyakan oleh teman-teman yang
memprogram mata kuliah yang sama dalam presentasi grup mata kuliah Morphosyntax
and Tg Grammar. Diskusi kelompok bukanlah hal yang mudah karena begitu banyak
argumen-argumen yang bertabrakan di langit-langit pemikiran, satu hal yang
mesti di yakini apapun itu yang terpenting keyakinan dan keberanian dulu
mengemukakan pendapat. Toh seorang mesti merangkak dulu sebelum bisa berjalan
tegap seprti siklus hidup yang seharusnya. Meyakini benar yang sebenar-benarnya
dalam pemahaman yang universal dan abstrak.
Hari disaat semua pemikiran-pemikiran berkecamuk dalam benak
mungkin hari ini, ada bahagia dan kesal pada satu persepsi melihat diri seperti
tak seharusnya. Sambil meletakkan letak jilbabku tiba-tiba di sudut sana ada
suara mengingatkanku Prof sudah berada
diruang kelas. Buyar sudah gambaran kisah yang kubuat sendiri. Bergegas
kumeninggalkan kamar kostku yang menjadi istanaku selama berada di Makassar.
Setibanya dikelas tanpa ragu-ragu sayapun memasuki ruangan kelas dan mencari
kursi yang viewnya untuk menangkap pengetahuan-pengetahuan. Mengikuti
perkuliahan yang dengan wejangan-wejangan cantik pengetahuan yang berbingkai
pengetahuan. Hatiku bergumam “betapa
beruntungnya diriku berada diantara para intelektual-intelektual muda.”.
Semacam energi yang mengalir hangat dengan kata-kata indah dan membawaku pada
rasa yang takjub oleh Indahnya sendiri.
Usai mengikuti mata kuliah yang berkoneksi dengan sounds dan
kawan-kawannya. Sayapun masih duduk dan
belum beringsut dari tempat duduk, saat bersamaan ada informasi bahwa
diskusi kelompok di batalkan hari ini, saya tidak terlalu heran biasalah
terkadang demikian memang adanya. Tapi tak sedikitpun saya berfikir tak ada
yang sia-sia dalam hidup, seorang teman mengajakku mengikuti seminar di aula Prof
Mattulada fak. Sastra Unhas tidak menunggu lama buatnya sayapun mengikutinya.
Sedikit berbincang-bincang dengannya dan sesekali pecah tawa kami, hmmm
tetaplah seorang kawan menghadirkan dunia yang indah untuk kita saat ia tak ada
dunia indah itu juga tak ada.
Berada di Aula Prof Mattulada cukup mengasyikkan karena
didepan kursi yang saya tempati ada beberapa dosen-dosenku diantaranya ibu Ria
dan ibu Sukma. Pandangan mataku penuh kekaguman pada beliau-beliau, karena
apapun itu mereka telah tercerahkan oleh pengetahuan-pengetahuan dan
mentransfer pemahaman mereka pada yang lain dengan tulus memanusiakan
kemanusiaan dan memberi cahaya pengetahuan.
Tak selang beberapa menit kemudian sayapun mengikuti acara
yang dilangsungkan di Aula Prof Mattulada yang ternyata menyambut tim accessor,
tak mengapalah karena ada tari-tarian tradisional yang ditampilkan disana, ada
pantun yang mengocok ruang tawaku yang diceritakan mahasiswa sastra saat berada
diatas panggung untuk merayu tim accessor dengan cara yang cerdas permainan
kata-kata yang terbalut budaya. Sekedar memanaskan pantun-pantun itu
diantaranya seperti ini:
”kampus Unhas kampus terdepan. -Orang
Bugis punyai’ kawan, orang Makassar berbudi pekerti, tim accessor punyai’
tujuan menilai Unhas dengan teliti.-inilah ini orang yang cerdas, inilah ini
kampus Unhas kampus kebanggan Sulawesi Selatan. Disana gunung disini gunung
ditengah-tengah tim accessor.”
Saat menyaksikkan mahasiswa sastra Unhas berpantun ria, saya teringat
terbayang acara stand up comedy disalah satu Tv nasional, ah… dia berbakat
menurutku begitu menilainya. Sayang saya tidak bisa mengabadikan karena hpku
berada di titik nadir alias lobet. Sesekali menoleh dan bercerita kecil dengan
Ira, seorang kawan di ELS pasca Unhas yang berada disampingku, hingga kita
akhirnya sibuk dengan pikiran masing-masing.
Perhatian kamipun
sedikit tertuju pada Dilla, Venty dan Fadel hadir diruangan. Berbincang dengan
mereka namun tak berlangsung lama karena mereka memutuskan kekantin Kansas
untuk having lunch. Kisahku hari ini berakhir saat saya bergegas pulang yaa..
istirahat sejenak dan menonton film dilaptopku “My Sister Keeper”. Pesan dalam film ini hidup akan abadi jika
terus merawat HARAPAN dan ketika sesuatu hilang darimu yang abadi adalah
kenangan. Hidup punya arti khusus seperti menamakan nama sebuah taman,
menamakan nama jalanan atau menamakan nama perguruan tinggi yang kesemuanya
hanya untuk mengabadikan kenangan. “My
sister keeper’s movie” banyak bercerita cinta dan kekuatan untuk saling
menguatkan satu sama lain, yang menarik dalam film ini seseorang selalu rindu
pada alam mencari kedamaian dan merasa bahagia.
Seperti hari ini kisahku
hari ini bersama mentari esok yang akan menyapaku dengan cerita-cerita indah…
ah.. Makassar kota yang mengukir kisahku… saya mungkin tak lama berada dikotamu
mengingat hari ini dengan indah, yang pasti kenangan kota Makassar selalu rapi
dalam benakku
Langit Makassar, 17 Desember 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar