Senin, 17 Desember 2012

MENGABADIKAN KENANGAN

Culture Performance
Traditional Dance



My sister keeper: Love makes everything is nice

My sister keeper: find a peace in a beach

My sister keeper: the only thing lives forever is memory 

BY. NANI CAHYANI
Ada banyak kisah yang menarik yang akan ku tuturkan, yaaa kisahku sendiri. Hari ini banyak hal yang telah kusiapkan di fikiranku kukemas dengan rapi dalam memori. Begitu banyak rules dan kemungkinan-kemungkinan pertanyaan yang mungkin akan muncul dan dipertanyakan oleh teman-teman yang memprogram mata kuliah yang sama dalam presentasi grup mata kuliah Morphosyntax and Tg Grammar. Diskusi kelompok bukanlah hal yang mudah karena begitu banyak argumen-argumen yang bertabrakan di langit-langit pemikiran, satu hal yang mesti di yakini apapun itu yang terpenting keyakinan dan keberanian dulu mengemukakan pendapat. Toh seorang mesti merangkak dulu sebelum bisa berjalan tegap seprti siklus hidup yang seharusnya. Meyakini benar yang sebenar-benarnya dalam pemahaman yang universal dan abstrak.
Hari disaat semua pemikiran-pemikiran berkecamuk dalam benak mungkin hari ini, ada bahagia dan kesal pada satu persepsi melihat diri seperti tak seharusnya. Sambil meletakkan letak jilbabku tiba-tiba di sudut sana ada suara mengingatkanku Prof sudah berada  diruang kelas. Buyar sudah gambaran kisah yang kubuat sendiri. Bergegas kumeninggalkan kamar kostku yang menjadi istanaku selama berada di Makassar. Setibanya dikelas tanpa ragu-ragu sayapun memasuki ruangan kelas dan mencari kursi yang viewnya untuk menangkap pengetahuan-pengetahuan. Mengikuti perkuliahan yang dengan wejangan-wejangan cantik pengetahuan yang berbingkai pengetahuan. Hatiku bergumam “betapa beruntungnya diriku berada diantara para intelektual-intelektual muda.”. Semacam energi yang mengalir hangat dengan kata-kata indah dan membawaku pada rasa yang takjub oleh Indahnya sendiri.
Usai mengikuti mata kuliah yang berkoneksi dengan sounds dan kawan-kawannya. Sayapun masih duduk dan  belum beringsut dari tempat duduk, saat bersamaan ada informasi bahwa diskusi kelompok di batalkan hari ini, saya tidak terlalu heran biasalah terkadang demikian memang adanya. Tapi tak sedikitpun saya berfikir tak ada yang sia-sia dalam hidup, seorang teman mengajakku mengikuti seminar di aula Prof Mattulada fak. Sastra Unhas tidak menunggu lama buatnya sayapun mengikutinya. Sedikit berbincang-bincang dengannya dan sesekali pecah tawa kami, hmmm tetaplah seorang kawan menghadirkan dunia yang indah untuk kita saat ia tak ada dunia indah itu juga tak ada.
Berada di Aula Prof Mattulada cukup mengasyikkan karena didepan kursi yang saya tempati ada beberapa dosen-dosenku diantaranya ibu Ria dan ibu Sukma. Pandangan mataku penuh kekaguman pada beliau-beliau, karena apapun itu mereka telah tercerahkan oleh pengetahuan-pengetahuan dan mentransfer pemahaman mereka pada yang lain dengan tulus memanusiakan kemanusiaan dan memberi cahaya pengetahuan.
Tak selang beberapa menit kemudian sayapun mengikuti acara yang dilangsungkan di Aula Prof Mattulada yang ternyata menyambut tim accessor, tak mengapalah karena ada tari-tarian tradisional yang ditampilkan disana, ada pantun yang mengocok ruang tawaku yang diceritakan mahasiswa sastra saat berada diatas panggung untuk merayu tim accessor dengan cara yang cerdas permainan kata-kata yang terbalut budaya. Sekedar memanaskan pantun-pantun itu diantaranya seperti ini:
”kampus Unhas kampus terdepan. -Orang Bugis punyai’ kawan, orang Makassar berbudi pekerti, tim accessor punyai’ tujuan menilai Unhas dengan teliti.-inilah ini orang yang cerdas, inilah ini kampus Unhas kampus kebanggan Sulawesi Selatan. Disana gunung disini gunung ditengah-tengah tim accessor.”

Saat menyaksikkan mahasiswa sastra Unhas berpantun ria, saya teringat terbayang acara stand up comedy disalah satu Tv nasional, ah… dia berbakat menurutku begitu menilainya. Sayang saya tidak bisa mengabadikan karena hpku berada di titik nadir alias lobet. Sesekali menoleh dan bercerita kecil dengan Ira, seorang kawan di ELS pasca Unhas yang berada disampingku, hingga kita akhirnya sibuk dengan pikiran masing-masing.
            Perhatian kamipun sedikit tertuju pada Dilla, Venty dan Fadel hadir diruangan. Berbincang dengan mereka namun tak berlangsung lama karena mereka memutuskan kekantin Kansas untuk having lunch. Kisahku hari ini berakhir saat saya bergegas pulang yaa.. istirahat sejenak dan menonton film dilaptopku “My Sister Keeper”. Pesan dalam film ini hidup akan abadi jika terus merawat HARAPAN dan ketika sesuatu hilang darimu yang abadi adalah kenangan. Hidup punya arti khusus seperti menamakan nama sebuah taman, menamakan nama jalanan atau menamakan nama perguruan tinggi yang kesemuanya hanya untuk mengabadikan kenangan. “My sister keeper’s movie” banyak bercerita cinta dan kekuatan untuk saling menguatkan satu sama lain, yang menarik dalam film ini seseorang selalu rindu pada alam mencari kedamaian dan merasa bahagia.
            Seperti hari ini kisahku hari ini bersama mentari esok yang akan menyapaku dengan cerita-cerita indah… ah.. Makassar kota yang mengukir kisahku… saya mungkin tak lama berada dikotamu mengingat hari ini dengan indah, yang pasti kenangan kota Makassar selalu rapi dalam benakku

Langit Makassar, 17 Desember 2012
           















Tidak ada komentar:

Posting Komentar