By. Nani Cahyani
Semua adalah mimpi ketika tersadar kumelihat secercah wajahmu di embun pagi dedaunan, kuambil daun itu kubawa kemanapun kupergi kuberharap kau tahu aku selalu menyimpan sepenggal wajahmu, candamu, tawamu, ide-ide cemerlangmu yang terdengar gila tapi tetap natural, selalu takluk oleh keindahan rangkaian-rangkaian kata dan buat tersenyum saat mengingatnya.., kau adalah professor dalam perpustakaanku, cendekiawan yang tak terpublikasikan.
Mentari selalu sama tiap harinya terbit terus terbenam, seperti engkau juga yang angkuh dengan kata-katamu ingatlah selalu janjiku seperti janji matahari yang selalu terbit dan terbenam sesuai waktunya, asa yang melalui lorong-lorong waktu terkadang diam untuk sesaat belajar memaknai hari-hari yang keras dalam pergualatan hidup…
Peristiwa-peristiwa itu masih ada dalam pelupuk mata memutar seperti kamera jiwa yang terus memperlihatkan babak dan cerita baru..selalu, dan tidak, suka dan duka , bahagia, mungkin masih menyisakan guratan-guratan luka, ah… mungkin buat jiwa lara tapi tidak untuk sosok yang nampak teguh dengan sejuta harapan. Jiwa mengembara dalam terang yang menyilaukan mata, memahami, mengertikan, adalah proses hmmmm… ibaratnya semua aliran sungai bermuara kelaut luas mencari jalannya sendiri untuk bercanda dengan seisi mayapada. Ah… sosokmu adalah pemilik secercah wajah di embun pagi. (TO BE CONTINUED)
Ehemmm...
BalasHapusSiapakah dia, bu???
I like ur words...
Gaya bahasanya konotasi positif...
>.<
Kykx bsmi buat buku...
Ehmmm...
:)
kaciank.., mash jauh utk bwt bku. msti blajar trus n driku msh sgt btuh bimbingan cra mnulis yg baik hehehe.., mkasih ning:)
BalasHapus