Senin, 12 September 2011

PENDIDIKAN ADALAH JALAN PARADOKS MENATAP MASA DEPAN



By. Nani Cahyani
Ketika kecil aku sering mendengar ayah yang selalu berbincang bincang tentang hidup padaku, semisal ayahku selalu menyelipkan kata sekolah, sekolah, sekolah. Sederhana sekali pesan ayahku padaku, terkadang aku kembali berfikir saat itu apa maksud ayahku menyampaikan hal itu. Hati kecilku menolak untuk apa sekolah toh sudah ada dokter, presiden juga sudah ada ditambah lagi rutinitas pagi hari yang sama dan membosankan ya saat kecil aku berpikir seperti itu sedikit bebal. Kala ada waktu senggang kami duduk-duduk berdua di beranda depan rumah dan ayah mengajakku sedikit berdiskusi tema-tema yang diangkatnya menjadi topic pembicaraan ayah selalu menyesuaikan dengan level pemikiranku saat itu hal yang mengasyikkan juga buatku adalah saat ayah mengajakku ke Kali Ambon (Kali yang terletak di kota Baubau), beliau sering mengajakku berdiskusi terkesan konyol, terkadang ayah berbicara pengetahuan yang butuh kecerdasan untuk bijak memahaminya, saat aku hanya mendengarkan dan tak menimpalinya pasti ayahku serta merta berkata hei cepatlah berfikir katanya lagi semua orang cerdas hanya kemampuan berfikirnya tak dimaksimalkannya. Yaaa saat terdesak akupun menimpali sesekali walau nampak dari wajahnya ayahku tidak sepaham dengan aku, tetapi selalu dengan bijaksana ayah berkata bagus yang terpenting beranilah dulu mengungkapkan pendapatmu. Ah…. ayahku ilmuwan terhebatku.
Cara berfikir ayahku mungkin tidaklah didasari oleh kajian teori atau references yang valid pemahaman beliau dan pendapatnya mengalir natural dari pengalaman hidup sebagai references, konsep pemikirannya di zaman ini mungkin mulai terpakai dalam kemasan berbeda contohnya saat hendak melamar kerja di suatu instansi negeri atau swasta kita harus melampirkan riwayat hidup dan pegalaman kerja yang menunjukkan apa kita pantas untuk di terima untuk bekerja. Melamar beasiswa melanjutkan pendidikanpun selalunya persyaratan yang di cantumkan apakah ada pengalaman kerja. Seiring waktu desakan pemenuhan kualitas diri dan kemampuan berfikir menjadi hal yang significant. Geliat geliat kehidupan perekonomian yang terus bergerak dinamis di semua lini menuntut kesiapan sumber daya manusia yang berkualitas.
Upaya peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dapat di lakukan dengan menempuh pendidikan formal mulai dari SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Proses menempuh pendidikan formal cukup mengarahkan siswa memiliki kemampuan yang baik untuk beberapa pelajaran penting seperti matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan lain sebagainya. Sejalan dengan perkembangan zaman perubahan dan kecenderungan akan kebutuhan disiplin ilmu yang beragam terus menjadi wacana perdebatan yang menarik. Aturan dan fleksibilitas pun selalu menjadi hal urgent yang manjadi pembahasan para intelektual pendidikan dalam menyusun kurikulum pendidikan yang notabene semuanya selalu berpulang pada upaya peningkatan sumber daya manusia yang handal dan memiliki sikap mental yang tidak bobrok, salah satu variabel penting adalah substansi penyampaian pelajaran yang dibawakan mestinya menarik peserta didik untuk mengexplore lebih lagi tentang satu disiplin ilmu namun tetap fokus pada life skill sesuai dengan tuntutan pergerakan zaman yang semakin kompetitif. Mengedepankan pendidikan sebagai landasan berpijak menatap masa depan mungkin ada benarnya tapi pembenaran ini akan luluh lantah ketika tidak mengedepankan kualitas dan kemampuan kecerdasan, keuletan dan disiplin ilmu yang mapan.
Jika di tilik makna leksikal Jalan Paradoks adalah pertentangan yang nyata yang berbalik terbalik dengan fakta-fakta yang ada. Paradoks dapat juga berarti semua hal yang menarik perhatian karena kebenarannya. Sedangkan pendidikan berasal dari kata pedagogi (paedagogie, Bahasa Latin) yang berarti pendidikan dan kata pedagogia (paedagogik) yang berarti ilmu pendidikan yang berasal dari bahasa Yunani. Pedagogia terdiri dari dua kata yaitu ‘Paedos’ (anak, pen) dan ‘Agoge’ yang berarti saya membimbing, memimpin anak. Ada banyak pemaknaan tentang definisi pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli lainnya mereka diantaranya, Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti (karakter, kekuatan bathin, pikiran (intellect) dan jasmani. Wacana lain tentang Pendidikan menurut John Dewey pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman. Menggaris bawahi pemaknaan pendidikan adalah pengalaman dapatlah di tarik kesimpulan bahwa pengalaman tetap menjadi pola pijakan proses belajar yang long term dan long life.
Betapa banyak orang-orang yang cerdas namun terpinggirkan ketika mereka tidak punya kemampuan networking yang baik, mengutip ucapan Lolo Soetoro, ayah tiri Presiden Barrack Obama saat berbicara pada Barrack Obama kecil dalam buku Barrack Obama “Dreams from my fathers”. “You must be clever, if you can’t. You must be strong and make peace with someone’s who has power”. yang artinya (kamu harus pintar, kalau tidak bisa, kamu harus kuat dan berdamailah dengan orang-orang yang punya kekuatan) dari kutipan sederhana ini kita bisa menarik kesimpulan bahwa pada dasarnya kita membutuhkan kecerdasan tapi jika tidak bisa, kita harus pintar-pintarnya menjalin hubungan baik dengan orang-orang yang punya kuasa berlebih. Saya dan anda mungkin tidak sepaham dengan pemikiran ini namun ironisnya kita butuh serempak bersuara praktek-praktek kecil sudah nampak ketika kejujuran di perjual belikan, ketika kecerdasan tertumbuk pada rupiah, ketika mimpi menguap oleh kesempatan yang terserabut paksa, ketika Negara disibukkan oleh persoalan persoalan pelik seperti kasus korupsi Nazaruddin dan kasus lainnya. Apakah pendidikan akan menjadi solusi yang bijak untuk semua persoalan negeri ini, apakah pendidikan mampu menopang semua urat nadi kehidupan. Banyak pertanyaan yang butuh pemahaman bijak kita semua memaknai pendidikan sebagai jalan paradoks menatap masa depan atau konsep pemikiranku ini dapat serta merta diluluh lantahkan oleh perubahan ekonomi yang mempengaruhi tingkat kemakmuran masyarakat yang disebabkan oleh level pendidikan mereka yang terus terupgrade oleh program program yang berfokus pada peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat.
Kiranya kebijakan yang ada mestilah selalu berpihak pada wong cilik dengan selalu mengutamakan peningkatan taraf hidup kesjahteraan grass roots (masyrakat awam). Beberapa variabel penting yang mesti di garis bawahi dan moga menjadi pertimbangan pemegang kebijakan dinegeri ini, wacana yang coba di angkat yaitu:
1.Sisi spiritual menjadi fondasi utama pembentukan karakter, oleh karenanya mengesampingkannya sama halnya merobohkan pilar-pilar moralitas. Substansinya adalah bagaimana kita menerapkannya dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara. Sehingga dapat meminimalisir degradasi moral di berbagai aspek kehidupan.
2.Family’s affection (kasih sayang dalam keluarga), secara umum keluarga terdiri dari dua bagian yaitu nucleous family (keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak saja di dalamnya), dan extended family (keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak-anak, nenek, sepupu serta keluarga yang lainnya) bertempat tinggal bersama-sama. Keluarga harus dapat menjadi tempat dimana anak-anak dapat merasakan curahan kasih sayang dari ayah dan ibunya, menempa sikap dan pola pikir mereka kearah pemikiran yang bijak dan arif hingga soft skill (sikap, tingkah laku, emosional side) dapat dengan natural terbentuk.
3.Tenaga pendidik mestinya seseorang yang mempunyai kemampuan penalaran yang sangat baik, knowledgeable, efektif, efisiensi, fleksibel, baik secara religion side, serta memahami karakter peserta didik, hal ini teramat sangat penting karena jika terjadi kebuntuan moral dan degradasi intelektual maka seorang pendidik harus dapat menjembatani serta menyelusuri sisi pemikiran anak bangsa. Oleh karenanya dalam perekrutan tenaga pendidik hendaklah bersih dari unsur ketidakjujuran yang mempertontonkan rupiah sebagai jawaban karena regenerasi terus terjadi alangkah menyedihkan jika hal yang tidak biasa menjadi biasa karena kita terbiasa.
4.Setiap lulusan terbaik universitas negeri maupun swasta mestinya menjadi tenaga siap pakai atau pemerintah dapat menjanjikan mengangkat satu dari setiap wisudawan terbaik dari tiap universitas menjadi civil servant (PNS) hingga kemampuan akademik mereka mendapat apresiasi dari kita semua atau jika hal tersebut terabaikan maka Brain Drain (orang-orang cerdas yang lebih terpakai dinegara/daerah lain ketimbang dinegaranya/daerah sendiri) atau jika tidak menciptakan ruang gerak buat mereka untuk menjadi wirausahawan muda yang capable dan kompetitif mengexplore kemampuannya demi pemerataan kemakmuran bersama
Walau carut marut tapi kiranya kita tidak boleh pesimis bahwa kedepan Pendidikan BUKANLAH Jalan Paradoks menatap masa depan tetapi pendidikan adalah pemerataan kesempatan setiap individu untuk mengembangkan potensi diri masing masing sesuai dengan minat dan bakat tentunya hal tersebut mestilah di dukukng oleh kita semua untuk arif mempersilahkan kualitas, daya kreasi dan kemampuan emosional dalam hal ini mental dan spiritual yang baik berada pada lini depan perubahan massive masyarakat kearah yang lebih baik dimasa depan ariflah wahai bangsaku untuk selalu melihat pada salah dan kesalahan dan belajar memperbaikinya semoga….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar