BY. NANI CAHYANI
Keinginan untuk menulis seperti letupan-letupan dalam
batinku, entah saya sendiri tidak mengerti dengan hasrat menulis seperti
ketagihan yang tak dapat kukendalikan. Jika melihat langit biru adalah
kesenangan tersendiri untuk menenangkan diri seperti itulah menulis selalu ada
dan menyatu dengan diriku, ibarat sungai dan lautan yang bertemu di satu titik
saat gejolak jiwa untuk menulis hadir. Saat berimajinasi itulah kemerdekaanku
yang hakiki karena saya bebas bereksperimen dengan kata-kataku sendiri.
Bergelut dengan hari-hari itulah jalinan cerita dalam benakku
yang akan ku tuangkan dalam ceritaku. Seperti seorang pelukis butuh kuas dan kanvas untuk menyalurkan jiwa
seninya. Seni lukis tak dapat berbicara bisu dengan bahasanya namun megah
maknanya jika melihat lukisan, karena butuh jiwa-jiwa yang paham akan
guratan-guratan dari tiap-tiap garis perwakilan jiwa sang pelukis tentang apa
yang dirasakan dan di lihat. Kitapun hanya coba menelaah dengan kemampuan kita
sendiri menganalisanya berdasarkan apa yang kita pahami. Pelukis dan penulis,
dua hal yang mirip namun sedikit serupa. Penulis tak akan pernah bisa memiliki
imajinasi yang diam, selalu peka menulis apa yang di lihatnya. Kepekaan adalah
kepastian yang membuatnya kreatif dan sebebas-bebasnya memerdekakan bahasanya.
Saya mungkin belum sepenuhnya memerdekankan diriku, selalu
perduli pada kritikan orang lain sehingga suatu ketika saya membaca sebuah
tulisan, sedikit menjewer kebebalan otakku.
Saat kritikan berlebihan mungkin itu bisa mematikan kreatifitasku dan
tak dapat menjadi diri sendiri saat menulis, karena takut salah, takut
tulisanku tak memiliki isi sama sekali, takut goresanku mendapati cemoohan
orang lain saat mereka membacanya, semua perasaan-perasaan itu serta merta bisa
membunuh imajinasiku dan pada saat itulah saya stuck pada kata di titik nadir
ide yang menggelinding lenyap dan kemudian hilang.
Suatu kebetulan yang indah yang telah digariskan oleh-NYA,
kebetulan dan kepastian yang saya kawinkan dengan kegilaanku menulis. Merasa sumpek dengan apa yang nampak
dimataku, maka gairah menulispun sekelebat hadir bercekrama dengan jemari dan
tuts laptop. Irama yang indah menghentak-hentak saat menulis, memenuhi segala diriku.
Menulis adalah kenikmatan yang tiada tara, jika dapat
mengendalikannya ia seperti pemenuhan limitlessly dari dalam diri. Tak dapat
sedikitpun terhentikan jika ia telah hadir dalam bentuk kata-kata dan ide-ide.
Ada kepuasaan tersendiri saat membaca tulisan.
Semenjak berjalan menapaki detik-detik hari bersama kenangan
figure-figure yang hadir bergantian menghiasi hari-hariku itulah sumber
inspirasi untuk menulis, seperti saat duduk di tepi sungai bersama ayahku yang
biasanya mengajak alam pikiran ku berpetualang bersamanya, tentang lebatnya
pepohonan di tepi sungai, tentang suara gemercik air yang menurut ayahku
seperti orchestra indah yang terpadukan cicit-cicit birds di sekitar sungai.
Saat ini kumenghargai moment itu, ayahku mengajak ku berimajinasi dengan
caranya yang unik.
Mmm.., teruslah menulis jangan terhenti, ketika ada keinginan
dan inspirasi menyapa cepatlah berkutat dengan tuts-tuts laptop namun jika tak
memiliki laptop, cepatlah ambillah penamu!, karena tak ada alasan bahwa keterbatasan
memenjarakan ide-idemu. Jadilah penulis karena profesi itu mengasyikkan mungkin
anda tak sependapat denganku tapi kalau bisa berargumen, seperti yang ku
utarakan di atas. Saat menulis itulah kemerdekaan menjadi diri sendiri, bebas…
sebebas-bebasnya.. karena yang saya pahami, saat menjadi diri sendiri itulah
“the nicest thing” dari arti hidup yang sesungguhnya.
Tulisan ini hadir saat berada dikamar. Saat tak mengerjakan
apapun. Imajinasiku hadir menyapa dan tak dapat menunggu. Ku goreskan setiap
alphabet-alphabet hingga tertanam jauh didasar peraduan bilik hati, hingga
terbentuk pelangi ide-ide dalam benak yang penuh dengan selarik-selarik cahaya
pengetahuan.
Baubau, 30 June 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar