Minggu, 01 Juni 2008

BAHASA SEBAGAI KEKUATAN BANGSA

Oleh : Nani Cahyani
Ada orang bijak berkata kemajuan umat manusia tidak terlepas dari tiga penemuan besar yang merubah wajah peradaban. Ketiga penemuan itu ialah api, roda dan uang. Api memberikan energi dalam proses kerja, dari sini kesadaran tentang urgensi sumber-sumber energi dan pengelolaannya pun tumbuh. Roda adalah kreasi unggul manusia ; memicu keajaiban mobilitas lewat transportasi. Uang penanda lompatan kesepakatan antar kita, untuk melakukan pertukaran dengan nominal tertentu, uang menjelma katalis dalam dalam tingkah laku ekonomi.
Selain ketiga hal tadi, anda dapat menambah variabel lain sebagai penyokong peradaban sepanjang itu logis rasional, niscaya akan diterima secara luas. Namun setidaknya kita semua akan bersepakat, bila salah satu yang berperan penting bagi kegemilangan peradaban dan kemajuan adalah ketika manusia menemukan bahasa (lisan maupun tulisan). Lewat bahasa, gumpalan pikiran dalam benak manusia yang satu dapat dipahami dan berinteraksi dengan peradaban yang lain. Dengan bahasa, kita melampui batas ruang dan waktu. Kita tidak sezaman dengan Plato, Archimedes, Ibnu Khaldun, William Shakespeare, namun dengan leluasa kita berkesempatan memahami mereka, berkenalan dan menjelajahi semangat hidup mereka melalui membaca/mengkaji karya-karyanya. Nyaris seperti bercakap-cakap dengan mereka.
Ketika ternyata kemampuan berbahasa merupakan prasyarat utama, dari perkembangan kecerdasan dan matangnya kebudayaan maka tepat kiranya, bila kejayaan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat penguasaan dan apresiasi terhadap bahasa. Baik itu bahasa daerah, bahasa nasional maupun bahasa internasional seperti bahasa Inggris. Lalu pertanyaan yang muncul, apakah sudah tersedia ruang dalam kehidupan sehari-hari untuk memperkaya pemahaman berbahasa?
Di era global, penguasaan bahasa Inggris menjadi faktor yang mempercepat peningkatan kesejahteraan bangsa yang lebih baik. Negeri jiran seperti Malaysia, jauh hari telah menjadikan bahasa Inggris, sebagai bahasa pengantar kedua setelah bahasa melayu. Dari situ, transfer pengetahuan dan alih teknologi, lebih leluasa berlangsung ketimbang kita di Indonesia. Rata-rata penduduk Malaysia lebih fasih berbahasa inggris dibanding kita. Apalagi memang Malaysia menyediakan anggaran besar bagi pendidikan, yang tentu berdampak pada peningkatan kemampuan rakyat. Secara makro, penguasaan bahasa Inggris bernilai positif bagi menjulangnya daya saing bangsa dan pengembangan industri pariwisata. Malaysia berkampanye dengan slogan “Malaysia Asia Sebenarnya (Malaysia, Trully Asia)” seakan ingin merebut perhatian dunia dikawasan Asia Tenggara.
Bagaimana Indonesia? Sebuah pertanyaan menggelitik. Saat kita masih jajahan Belanda, para pelajar yang beruntung menamatkan sekolah menengah, mereka akan menguasai minimal dua bahasa asing (Belanda dan Inggris). Gambaran itu kontras dengan kondisi pendidikan bahasa Inggris di tanah air sekarang. Sejak SMP sampai SMU, enam tahun lamanya belajar, namun tak kunjung lancar. Gerangan apa penyebab? Kalau boleh merenung, setidaknya beberapa poin patut diperhatikan :
• Pengajaran yang teramat “Grammar Oriented”, memberi bobot berlebih pada penguasaan tata bahasa, membentuk kesan bahwa bahasa Inggris itu rumit, penuh rumus dan kering dari improvisasi. Ini bukan berarti tata bahasa tidak penting, namun metode dan isi pengajaran yang perlu ditinjau kembali.
• Suasana belajar yang kaku perlu dirubah. Sekedar pembanding metode Learning and Having fun (belajar sambil bermain) yang di perkenalkan LSM Global Partners (Mr. David, Mrs Carole, Miss Margaret dkk) bagi siswa SD, SMP, dan SMU di kota Bau-Bau Sulawesi Tenggara, patut menjadi perhatian kita, karena dengan seketika saja ruang kelas menjadi hidup dan para pelajar begitu bersemangat
• Murid-murid yang cenderung pasif harus disentak dengan melibatkan mereka, sebagai subjek pembelajar bukan semata di tempatkan sebagai objek peserta didik yang diisi terus sesuai keinginan guru
• Kualitas tenaga pelajar mesti di up grade (ditingkatkan) agar sanggup melentur bergerak, sesuai dengan tuntutan perubahan dunia pendidikan dan masyarakat
• Sudah saatnya setiap SMP dan SMU menyediakan satu hari khusus, yang mewajibkan semua guru, pelajar dan pegawai sekolah berbahasa Inggris, misalnya pada hari Sabtu
Kita sesegera mungkin harus menangkap kehendak dan peluang ini, spesifik di Sulawesi Tenggara, itu jika kita ingin berbenah menjadi yang terbaik di kawasan Timur Indonesia. Esensi yang ingin dipelihara ialah bahwa keinginan untuk belajar tak melulu tertafsirkan lewat satu metode belaka, terbentang demikian luas jalan untuk belajar, yang dahulunya terbatas berhenti pada belajar saja, namun kini belajar selain bertujuan memekarkan bakat luhur kemanusiaan, hendaknya juga memenuhi cita rasa rekreatif. Ini sejalan dengan konsep pembelajaran modern yang memadukan berbagai varian kecerdasan dalam diri manusia. Serupa kombinasi apik dari potensi belahan otak kiri yang cenderung eksak, akurat, kaku dan deskriptif dengan potensi belahan kanan otak yang erat dengan pemikiran imajinatif, longgar dan sintesis. Walhasil, memang penguasaan dan apresiasi bahasa akan menjadi pilar kekuatan dan kemajuan bangsa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar