Oleh : Nani Cahyani
Bangsa ini adalah bangsa yang besar dan teramat megah dengan keanekaragaman budaya, etnik, alam dan gugusan pulau yang menyentuh hasrat nurani yang terdalam untuk bergumam aduhai…… Pembuktian logis dari kemegahan bangsa ini ada dalam sejarah yang telah mencatat keemasan bangsa, dimulai dengan kejayaan Ken Arok dan Gajah Mada dengan Majapahit yang konon hikayat cerita ini terus saja menghiasi sampul-sampul buku sejarah generasi bangsa ini. Cerminan kekaguman hati akan selalu tak sanggup menjabarkan betapa indahnya sinopsis cerita sejarah akan kemegahannya.
Ada banyak usaha yang menyatukan segala opini, pendapat dan keinginan untuk tetap menumbuhkan semangat nasionalisme, kecintaan pada bumi pertiwi, hingga tiap-tiap individu selalu ada dengan keakuannya, aktif dalam percaturan lokal maupun global hingga menembus batas-batas negara. Apakah masih signifikan peran kaum intelektual yang konon menyebut diri sebagai terpelajar, amat menggelitik benak pemikiranku? Bagaimanakah kedekatan hukum, hati dan hikayat mungkinkah setipis kain sutera karena hukum hanya makanan untuk orang-orang yang paham akan dirinya sendiri, mmmm sedangkan hati selalu dekat dalam pembuluh darah dan akan selalu ada karena hubungan kekerabatan. Hikayat kedekatannya dengan diri sendiri jangan dipertanyakan lagi. Ada diskusi-diskusi pinggiran yang radiasi sinarnya mengalahkan segala jenis tema dan narasi besar. Ada pepatah yang konon selalu ampuh dan sakti jauh dimata dekat selalu…., diskusi pinggiran akan senantiasa hidup dalam lorong-lorong gelap para intelektual, yang terselubung, tak terekspos media.
Hidden tapi luar biasa menembus batas-batas langit laksana seorang seorang astronot yang takjub saat melihat galaksi, laksana seorang ibu yang mendekap anaknya dalam buaian sayang. Kemanakah hilangnya semua itu? Ketika anarkisme menjelma hal luar biasa dilayar kaca, saat para petinggi bangsa saling mencari simpati berdalih rakyat dan kemanusiaan, saat mahasiswa sibuk beradu argumen, menyuarakan hati nurani rakyat, apakah kamu, dan semuanya benar mutlak mungkin iya mungkin juga tidak terlepas dari hati kita yaitu satu tempat dalam jiwa yang teramat sangat luasnya.
Setiap masa adalah penaklukan dari keegoan hati dan hikayat diri, ada rasa dalam perasaan yang peka akan rasa. Hukum yang hakiki adalah milik-NYA , bolehlah berbangga dengan hikayat dan hati tapi tidak untuk saat airmata ibu pertiwi telah mengalir karena dia terus tersakiti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar