By. Nani Cahyani
Mendengarkan
tutur kisah sahabat, adalah kegemaranku karena banyak inspirasi menulis
terhadirkan dari tutur ringan tentang perjalanan, pengalaman, yang akhirnya
berbuah pengembaraan pikiran untuk menemukan ide dalam menuliskan setiap kisah
dengan bahasa sederhana namun tetap sarat dengan makna pembelajaran.
Sosok figur
yang menjadi inspirasi menulisku kali ini adalah seorang sahabat namun bertahta
sebagai bunda di hatiku. Tak pernah terfikir olehku sebelumnya lontaran mesin
waktu mempertemukanku dengannya. Semenjak kuliah di Universitas Haluoleo
namanya sangat akrab. Satu hal yang pasti dan kuyakini, kelak suatu ketika saya
akan berbincang-bincang dengannya dan bertukar pikiran, Alhamdulillah detik
waktu telah menjadikan nyata.
Karakter
bawaan yang casual, relax, namun tegas dalam bersikap identik dengannya. Bagiku
hal ini menjadikannya sosok yang berbeda. Sepintas jika belum terlalu mengenalnya,
bahasanya yang lugas, blak-blakan sering tercelatuk natural namun tetap dengan
sisi humorisnya yang kental dan tertawa lepas jika ada hal lucu menggelitik
benaknya. Intensitas percakapan-percakapan yang sering saya lalui dengannya, memberikan
saya cakrawala berfikir yang tidak ribet, seperti menyuarakan yang seharusnya. Walaupun
untuk hal itu akan berbenturan dengan prinsip dan pandangan yang tak
sepemikiran dengannya, tapi wajarlah dalam hidup mesti ada perbedaan karena hal
itu yang menjadikan hidup bernuansa. Yaaa saya masih ingat sosok bunda ini
pernah berucap menurutnya hidup adalah keharusan dan keberanian. Keharusan
bermakna membantu yang semestinya dibantu, dan keberanian bermakna berani
menyuarakan sesuatu yang benar. Keingintahuanku terus memuncak dengan
bertubi-tubi mengajukan pertanyaan, prinsip hidup pastilah selalu bermula dari
panutan hidup, masih menurutnya sikap dan caranya memandang hidup banyak
dipengaruhi oleh didikan figur sang Ayah.
Jujur
tipikalku adalah selalu mendengarkan selebihnya tambahan imajinasiku seperti
bubles yang bermain-main, bermain-main dengan kata. Menghidupkan kata menjadi
sekumpulan cerita sangat mengasyikkan. Mmmm sosok yang menginspirasi menjadi
tokoh sentral dalam setiap tulisanku akan terlahir dari kekaguman terlebih
dahulu akan pribadinya.
Proses waktu
terus berjalan dan tak mau menoleh kebelakang. Beriringan dengan karakter
berbeda, merapikan titik-titik hati, mengurai canda, menggelayut manja deretan
huruf huruf yang tak sabar hendak mengisahkan kisahnya diruang benakku. Seperti
impian indah menjelajahi bumi…, menghirup semilir syahdu kerinduan akan belaian
kasih-NYA hingga menitikkan air mata kerinduan yang meronta-ronta pada-NYA.
Figur yang
kucoba gambarkan telah menjelajahi sebagian besar penjuru dunia, mulai dari
Asia hingga ke eropa. Sempat semalam dari perbincangan ringan kami, ku coba
mengulik sedikit Negara-negara apa saja, jawabnya ringan dan mengalir. Ia telah
mengunjungi Malaysia, Thailand, dan Singapura. Sepengetahuan saya dengan
melihat beberapa koleksi foto-fotonya saat berada di Eropa, beberapa Negara
Eropa yang pernah di kunjungi seperti Belgia, Belanda, Perancis, Swiss, Jerman, Austria, dan yang lainnya. Tak
berselang lama juga, ia mengunjungi Amerika saat mengikuti program Sandwinch,
bagian dari studi Doktor. Akhirnya melanconglah ia ke New York city dan
Washington DC.
Siapa yang
tak bangga jika bercerita, ia telah mengunjungi beberapa Negara, Eropa yang
elegant, Asia yang eksotik.. kesemuanya adalah perpaduan kesempurnaan rekreasi
visual mata dan prestige. Ah.. tapi sekalipun keindahan dunia dan kesenangan
semunya membius hasrat. Akan ada saat semua bertekuk lutut oleh panggilan hati
nan suci.
Perjalanan
sosok ini sudah melampaui tiga perempat belahan bumi, tapi pada akhirnya semua
perjalanannya tertarik lembut oleh senandung syahdu kesempurnaan penyerahan
hati pada sang Khalik, merindu untuk mencari kedamaian hakiki dengan bersujud
tersedu sedu oleh titik titik gulir air mata bahagia. Sejuk mentari Ka’bah hari
itu menyadarkannya, kepongahannya akan hidup luluh lantah. Tempat-tempat
seperti Paris, Belanda, Amerika semua seperti tak bermakna, nalar dan logika tak
dapat menjawab mengapa?..,.
Berdiri
menerawang dengan takjub Ka’bah. Tempat dimana semua sisi penjuru dunia
mengahadap, disini tak ada warna kulit, disini tak ada perbedaan level status.
Beribadah dan menyerahkan hati pada-NYA, pengembaraan spiritual jiwa yang
bersenyawa dengan pikiran.
Sosok ini
bercerita bagaimana hatinya seperti di sentuh lembut oleh Sang Khalik. Mengelilingi
Ka’bah hingga menciumnya, berada di Mesjid Nabawi berziarah kemakam Nabi
Muhammad SAW, hingga berada pada tempat bertemunya Adam dan Hawa pertama kali
saat berada di bumi. Kisahnya terus mengalir dan di ceritakan padaku. Mmmm,
sungguh detik waktu seperti tak cukup untuk mengurai kisahnya. Kuterus duduk
menyimak, ada perasaan sedih dan rindu yang juga mengalir padaku. Andai kelak,
perjalanan spiritual yang sama kan kulalui.
Pada
akhirnya, kumenyimpulkan semua goresan kisahnya dalam chapter tersendiri di
benakku. Tuhan.. membiarkan kita terus berjalan menyusuri dentang masa dan
melakoni setiap peran dari-NYA, belajar untuk mengikhlaskan hati, menyeka
setiap butir-butir dosa dengan bermunajat pada-NYA, membasuh debu di wajah
dengan bening air mata suci penyesalan. Mmmmm, akhirnya ku menyimpulkan bahwa ,“guru
terbesar dalam hidup adalah diri sendiri”, karena sebanyak apapun ide yang
terserap, buku yang dibaca, ilmu yang dipelajari namun akhirnya diri sendirilah
yang terus berproses, menganalisa dan belajar.
Baubau, 3 April 2011
Tulisan ini
teruntuk bunda Wa Ode Hanafiah selamat sebagai lulusan terbaik program. Doktor
UniversitasHasanuddin. Tak ada hadiah yang dapat kudedikasikan, hanya sebatas
jalinan rangkaian kata-kata mengekspresikannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar