Sabtu, 05 Mei 2012

DARI ASIA, EROPA, AMERIKA HINGGA SUJUD DI HANGAT MENTARI KA’BAH



By. Nani Cahyani

Mendengarkan tutur kisah sahabat, adalah kegemaranku karena banyak inspirasi menulis terhadirkan dari tutur ringan tentang perjalanan, pengalaman, yang akhirnya berbuah pengembaraan pikiran untuk menemukan ide dalam menuliskan setiap kisah dengan bahasa sederhana namun tetap sarat dengan makna pembelajaran.
Sosok figur yang menjadi inspirasi menulisku kali ini adalah seorang sahabat namun bertahta sebagai bunda di hatiku. Tak pernah terfikir olehku sebelumnya lontaran mesin waktu mempertemukanku dengannya. Semenjak kuliah di Universitas Haluoleo namanya sangat akrab. Satu hal yang pasti dan kuyakini, kelak suatu ketika saya akan berbincang-bincang dengannya dan bertukar pikiran, Alhamdulillah detik waktu telah menjadikan nyata.
Karakter bawaan yang casual, relax, namun tegas dalam bersikap identik dengannya. Bagiku hal ini menjadikannya sosok yang berbeda. Sepintas jika belum terlalu mengenalnya, bahasanya yang lugas, blak-blakan sering tercelatuk natural namun tetap dengan sisi humorisnya yang kental dan tertawa lepas jika ada hal lucu menggelitik benaknya. Intensitas percakapan-percakapan yang sering saya lalui dengannya, memberikan saya cakrawala berfikir yang tidak ribet, seperti menyuarakan yang seharusnya. Walaupun untuk hal itu akan berbenturan dengan prinsip dan pandangan yang tak sepemikiran dengannya, tapi wajarlah dalam hidup mesti ada perbedaan karena hal itu yang menjadikan hidup bernuansa. Yaaa saya masih ingat sosok bunda ini pernah berucap menurutnya hidup adalah keharusan dan keberanian. Keharusan bermakna membantu yang semestinya dibantu, dan keberanian bermakna berani menyuarakan sesuatu yang benar. Keingintahuanku terus memuncak dengan bertubi-tubi mengajukan pertanyaan, prinsip hidup pastilah selalu bermula dari panutan hidup, masih menurutnya sikap dan caranya memandang hidup banyak dipengaruhi oleh didikan figur sang Ayah.
Jujur tipikalku adalah selalu mendengarkan selebihnya tambahan imajinasiku seperti bubles yang bermain-main, bermain-main dengan kata. Menghidupkan kata menjadi sekumpulan cerita sangat mengasyikkan. Mmmm sosok yang menginspirasi menjadi tokoh sentral dalam setiap tulisanku akan terlahir dari kekaguman terlebih dahulu akan pribadinya.
Proses waktu terus berjalan dan tak mau menoleh kebelakang. Beriringan dengan karakter berbeda, merapikan titik-titik hati, mengurai canda, menggelayut manja deretan huruf huruf yang tak sabar hendak mengisahkan kisahnya diruang benakku. Seperti impian indah menjelajahi bumi…, menghirup semilir syahdu kerinduan akan belaian kasih-NYA hingga menitikkan air mata kerinduan yang meronta-ronta pada-NYA.
Figur yang kucoba gambarkan telah menjelajahi sebagian besar penjuru dunia, mulai dari Asia hingga ke eropa. Sempat semalam dari perbincangan ringan kami, ku coba mengulik sedikit Negara-negara apa saja, jawabnya ringan dan mengalir. Ia telah mengunjungi Malaysia, Thailand, dan Singapura. Sepengetahuan saya dengan melihat beberapa koleksi foto-fotonya saat berada di Eropa, beberapa Negara Eropa yang pernah di kunjungi seperti Belgia, Belanda, Perancis, Swiss,  Jerman, Austria, dan yang lainnya. Tak berselang lama juga, ia mengunjungi Amerika saat mengikuti program Sandwinch, bagian dari studi Doktor. Akhirnya melanconglah ia ke New York city dan Washington DC.
Siapa yang tak bangga jika bercerita, ia telah mengunjungi beberapa Negara, Eropa yang elegant, Asia yang eksotik.. kesemuanya adalah perpaduan kesempurnaan rekreasi visual mata dan prestige. Ah.. tapi sekalipun keindahan dunia dan kesenangan semunya membius hasrat. Akan ada saat semua bertekuk lutut oleh panggilan hati nan suci.
Perjalanan sosok ini sudah melampaui tiga perempat belahan bumi, tapi pada akhirnya semua perjalanannya tertarik lembut oleh senandung syahdu kesempurnaan penyerahan hati pada sang Khalik, merindu untuk mencari kedamaian hakiki dengan bersujud tersedu sedu oleh titik titik gulir air mata bahagia. Sejuk mentari Ka’bah hari itu menyadarkannya, kepongahannya akan hidup luluh lantah. Tempat-tempat seperti Paris, Belanda, Amerika semua seperti tak bermakna, nalar dan logika tak dapat menjawab mengapa?..,.
Berdiri menerawang dengan takjub Ka’bah. Tempat dimana semua sisi penjuru dunia mengahadap, disini tak ada warna kulit, disini tak ada perbedaan level status. Beribadah dan menyerahkan hati pada-NYA, pengembaraan spiritual jiwa yang bersenyawa dengan pikiran.
Sosok ini bercerita bagaimana hatinya seperti di sentuh lembut oleh Sang Khalik. Mengelilingi Ka’bah hingga menciumnya, berada di Mesjid Nabawi berziarah kemakam Nabi Muhammad SAW, hingga berada pada tempat bertemunya Adam dan Hawa pertama kali saat berada di bumi. Kisahnya terus mengalir dan di ceritakan padaku. Mmmm, sungguh detik waktu seperti tak cukup untuk mengurai kisahnya. Kuterus duduk menyimak, ada perasaan sedih dan rindu yang juga mengalir padaku. Andai kelak, perjalanan spiritual yang sama kan kulalui.
Pada akhirnya, kumenyimpulkan semua goresan kisahnya dalam chapter tersendiri di benakku. Tuhan.. membiarkan kita terus berjalan menyusuri dentang masa dan melakoni setiap peran dari-NYA, belajar untuk mengikhlaskan hati, menyeka setiap butir-butir dosa dengan bermunajat pada-NYA, membasuh debu di wajah dengan bening air mata suci penyesalan. Mmmmm, akhirnya ku menyimpulkan bahwa ,“guru terbesar dalam hidup adalah diri sendiri”, karena sebanyak apapun ide yang terserap, buku yang dibaca, ilmu yang dipelajari namun akhirnya diri sendirilah yang terus berproses, menganalisa dan belajar.  
Baubau, 3 April 2011
Tulisan ini teruntuk bunda Wa Ode Hanafiah selamat sebagai lulusan terbaik program. Doktor UniversitasHasanuddin. Tak ada hadiah yang dapat kudedikasikan, hanya sebatas jalinan rangkaian kata-kata mengekspresikannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar