Rabu, 25 Januari 2012

THE TRAVELLING MIND

BY. NANI CAHYANI

Hari ini seperti biasa kulalui aktifitas yang cukup berjubel, dan memekakkan hati. Berjumpa dengan beberapa teman dan memulai percakapan dengan mereka. Topik yang dibahas pun beraneka ragam, mulai dari masalah pelik hati dan pandangan tentang hidup, yang bertolak belakang dari pemahamanku. Menolak ajakan makan siang. Being consistent dengan janji pertama adalah mutlak.

Selalunya hal yang wajar, jika terkadang ada beberapa karakter yang tidak sepadan dengan pandangan kita dalam menjustifikasi hidup. Banyak hal yang simple saling berikatan natural. Semisal, terkadang kebaikan yang berlebihan disalah artikan lain, terkadanng terlalu menyanyangi tidaklah selalu benar karena pemikiran logis terkoptasi dalam lingkup yang sempit. Selalunya ada banyak kemungkinan yang membuat kita tidaklah merasa nyaman.

Kenyamanan mungkin perasaan safely dan terkoneksi dengan orang-orang sekitar kita. Berdiskusi, menyelami, dan menview cakrawala berfikir sangatlah menguras energi. Karena didalamnya ada pergulatan keinginan-keinginan, hasrat, dan emosi yang tertawan dalam pigura.

Karakter lain yang menjadi inspirasiku menulis catatan singkat ini, adalah seorang sahabat. Tidak ada definisi cinta untuknya, karena masih menurut dia saat mendefinisikan cinta berarti, kita memberi scope yang sempit pada cinta. Tak berdefinisinya cinta itulah cinta, dalam definisinya. Tertarik pada ceritanya yang perlahan-lahan terkuak dengan pertanyaan-pertanyaan yang simple, yang ku utarakan saat makan siang disebuah kantin. Kami bertiga makan siang disana. Ada banyak percakapn yangmenarik yang terexpose olehku, hanya untuk sekedar mendalami pemikirannya.

Penuturannya tentang hidup tanpa disadarinya, membahas dirinya sendiri. Terlihat bahagia tiap saat seakan-akan hidup adalah hal yang sangat menyenangkan baginya. Hidup buatnya terlalu sangat indah. Sedikitpun tak pernah terlintas dalam benakku bahwasanya, pernah ada satu kejadian yang membuatnya memakai kawat dilututnya. Operasi rutin dijalaninya untuk mencek kawat dilututnya. Buatku terhenyak dan jujur menganggumi kejujurannya. Disaat ini menjadi jujur seperti tindakan moral yang butuh keikhlasan hati dan tidak semua individu sanggup melakukannya.

Menurutku pandangan-pandangannya tentang hidup menakjubkan. Kekagumanku akan kecerdasan pun hadir serta merta, karena jujur saya adalah tipikal person yang sangat selalu kagum akan kecerdasan.

Sambil menikmati nasi goreng, ceritanya mengalir. Sayapun tak berhenti menghujaminya dengan pertanyaan-pertanyaan. Dan jawaban-jawabannya sangat mencengangkan mata batinku bahwasanya menurut dia, kerjakanlah apa yang harus dikerjakan. Dan masih menurut dia antara cinta dan tanggung jawab yang menjadi awal adalah tanggung jawab, setelahnya adalah cinta. Pandangan ini benar-benar berbeda dengan pandangan public, biasanya menempatkan cinta pada bagian awal setelahnya adalah tanggung jawab. Pandangannya yang cukup kontras dan bertolak belakang dengan yang lainnya.

Ternyata sifat dan pembawaan yang easy going adalah identitasnya. Profesi dan lingkungan yang sangat procedural akan menempa dirinya secara natural dimasa depan. Saya menyakini sosok sahabatku ini akan memberi definisi lain tentang being yourself dan mencintai cinta dengan menyanyangi tiap orang secara natural. Hari ini dia sosok yang kulihat kokoh dan tegar, hari ini saya pun menjadikannya inspirasi tulisan ini. Dia seperti the travelling mind dalam definition of terms yang precious.

Waktu merambat dengan cepatnya, percakapan terhenti dengan sendirinya. Rasa letih akan tertambat dirumah, istana hati. Menghempaskan semua kekesalan. Coba menelisik hati, dan menyimpulkan. Bahwa tidak semua orang bisa menempati hati, Karena hati buat orang terkasih. Hukum kausal sebab akibat bersenyawa didalamnya. Hargailah ketulusan hati, sebelum sinar hati padam oleh tingkah-tingkah kecil dan kebebalan pikiran. Apapun yang terpahat dihati bisa terhapus oleh detik dan masa, ketika khilaf yang sama terus berulang.

Teruslah hidup dengan belajar karena dengan belajar kita menjadi pribadi yang terus terbarukan. Manusia adalah tempat kekhilafan. Namun itulah hakekat ketidaksempurnaan kita, bahwa sesungguhnya kesempurnaan adalah milik_NYA, Sang Khalik.

Terima kasih sahabat karena percakapan dengan kalian buatku bisa kembali mengurai bahasaku dan menjadikannya cerita yang menarik. Cerita ini bermula dari percakapan yang terjadi di kantin saat makan siang dengan dua orang sahabat.

Baubau, 24 Januari 2011


Tidak ada komentar:

Posting Komentar