Sabtu, 27 April 2013

MAKASSAR: BAHASA, BUDAYA DAN IMPIAN

Kota Makassar
Benteng Keraton Buton

By. Nani Cahyani
 
Makassar kota indah yang memikat hatiku setelah tanah kelahiranku Baubau. Sejak mengenyam pendidikan dibangku SD, cerita kepahlawanan yang heroik seperti cerita Sultan Hasanuddin sudah sangat akrab, berjam-jam melumat kisah yang dituturkan guruku tentang Sultan Hasanuddin. Kota Makassar menjadi saksi perjuanganku bergelut dengan buku-buku dan tugas-tugas yang mesti terselesaikan sebelum deadline ditentukan oleh dosen. Impian mengenyam pendidkan di Universitas Hasanuddin bagian dari mimpi-mimpi besarku dan waktu menjadikannya nyata. Mimpilah yang menjadikan hidup berwarna dan bermakna. Sangat berat awalnya berada di tempat dimana karakter dan budaya berbeda dengan yang tempat dimana diriku bermula.

Danau Unhas Makassar
 
Perkuliahan biasanya diselipkan dengan bahasa daerah Makassar, menurutku menarik karena dengan sendirinya mengajarkan tentang kearifan lokal dan menjaga identitas. Pemahamanku tentang bahasa daerah Makassar sangatlah minim. Maka jadilah kerjaanku menanyakan artinya pada kawan yang duduk bersebelahan denganku. Agar dapat bersosialisasi dengan teman-teman yang sebagian besar berasal dari Makassar membuatku belajar menirukan cara mereka berbahasa namun justru bahasa yang kuhasilkan terdengar aneh karena percampuran logat Baubauku dan logat Makassar kedengaranya lucu bahkan sangat menggelitik indra pendengaran. Tipikal tidak ambil pusing dengan cemoohan orang sangat efektif membantu adaptasiku berbaur dengan teman-teman, dan memang mempelajari bahasa berarti menebalkan wajah untuk percaya diri over dalam pemahamanku yang soundsnya sedikit crazy adalah walau lampu merah jalan saja dalam mempelajari bahasa maksudnya walau salah aturan tetap saja say the language out. Bahasa dan budaya merupakan perwakilan identitas, dengan berbahasa kita dengan mudahnya dapat menebak darimana seseorang berasal dan latar belakang pendidikannya.        

Pantai Kamali Baubau
 
Bahasa dan budaya mampu melewati batasan peradaban, bahasa bersenyawa dengan budaya dan budaya berikatan jiwa dengan bahasa. Keduanya seperti membuka cakrawala berfikir yang elegant serta menempatkan semua aspek-aspek penunjang pembentukan identitas lokal yang menglobal. Berbangga dengan keunikan yang berlabel lokal pada tiap individu berarti dengan snedirinya melestarikan budaya. Pendidikan 2013 yang berbasis pada karakter budaya bangsa yang berpekerti luhur mestinya bukan menjadi slogan cantik yang menghiasi buku-buku tapi diaplikasikan dalam real life.
           
Makassar contoh dari sekian banyak kisah yang mungkin akan kujelang kelak dimasa depan. Keterkejutanku pada luasnya kotamu, keterkejutanku pada beragamnya ethnic yang datang melukis impiannya, keterkejutanku pada padatnya lalu lintas kendaraan yang tidak berhenti berdenyut nadinya, keterkejutanku pada indahnya pantai Losarimu, keterkejutanku pada perputaran ekonomi yang teramat cepat, shocknya pandangan mataku yang tak pernah berhenti memandangi hilir mudiknya oran-orang berlalu lalang di mal mal mu, kekagumanku pada Pengetahuan yang berseliweran dengan mudahnya di teras-teras Unhas ketika semua corner dipakai mahasiswa sibuk membaca dan mengawinkan bahan bacaannya dengan tugas yang diberikan, tersesatku diajalanan luasmu ketika berusah menaklukkan ketakutanku pada padatnya kendaraan ah… itulah Makassar ketika semua kehidupan indah ditanah kelahiranku Baubau kutinggalkan hanya untuk satu mimpi menuai benih pengetahuan di Kampus merah Universitas Hasanuddin.


Bukit Wantiro Baubau
Goresanku ketika mood mengerjakan tugas belum hadir, dengan menghadirkan tulisan adalah caraku membrainstormingkan keinginan untuk mebuat tugas.
Langit Makassar, 27 April 2013



1 komentar:

  1. Dari tahun 2008 baru hari ini sy tahu cara tulis koment di blog sndiri hahaha, betapa bersejarahx hari ini buatku, merdeka:)

    BalasHapus