Senin, 02 Juli 2012

“MENULIS DALAM VERSIKU”

BY. NANI CAHYANI Keinginan untuk menulis seperti letupan-letupan dalam batinku, entah saya sendiri tidak mengerti dengan hasrat menulis seperti ketagihan yang tak dapat kukendalikan. Jika melihat langit biru adalah kesenangan tersendiri untuk menenangkan diri seperti itulah menulis selalu ada dan menyatu dengan diriku, ibarat sungai dan lautan yang bertemu di satu titik saat gejolak jiwa untuk menulis hadir. Saat berimajinasi itulah kemerdekaanku yang hakiki karena saya bebas bereksperimen dengan kata-kataku sendiri. Bergelut dengan hari-hari itulah jalinan cerita dalam benakku yang akan ku tuangkan dalam ceritaku. Seperti seorang pelukis butuh kuas dan kanvas untuk menyalurkan jiwa seninya. Seni lukis tak dapat berbicara bisu dengan bahasanya namun megah maknanya jika melihat lukisan, karena butuh jiwa-jiwa yang paham
akan guratan-guratan dari tiap-tiap garis perwakilan jiwa sang pelukis tentang apa yang dirasakan dan di lihat. Kitapun hanya coba menelaah dengan kemampuan kita sendiri menganalisanya berdasarkan apa yang kita pahami. Pelukis dan penulis, dua hal yang mirip namun sedikit serupa. Penulis tak akan pernah bisa memiliki imajinasi yang diam, selalu peka menulis apa yang di lihatnya. Kepekaan adalah kepastian yang membuatnya kreatif dan sebebas-bebasnya memerdekakan bahasanya. Saya mungkin belum sepenuhnya memerdekankan diriku, selalu perduli pada kritikan orang lain sehingga suatu ketika saya membaca sebuah tulisan, sedikit menjewer kebebalan otakku. Saat kritikan berlebihan mungkin itu bisa mematikan kreatifitasku dan tak dapat menjadi diri sendiri saat menulis, karena takut salah, takut tulisanku tak memiliki isi sama sekali, takut goresanku mendapati cemoohan orang lain saat mereka membacanya, semua perasaan-perasaan itu serta merta bisa membunuh imajinasiku dan pada saat itulah saya stuck pada kata di titik nadir ide yang menggelinding lenyap dan kemudian hilang. Suatu kebetulan yang indah yang telah digariskan oleh-NYA, kebetulan dan kepastian yang saya kawinkan dengan kegilaanku menulis. Merasa sumpek dengan apa yang nampak dimataku, maka gairah menulispun sekelebat hadir bercekrama dengan jemari dan tuts laptop. Irama yang indah menghentak-hentak saat menulis, memenuhi segala diriku. Menulis adalah kenikmatan yang tiada tara, jika dapat mengendalikannya ia seperti pemenuhan limitlessly dari dalam diri. Tak dapat sedikitpun terhentikan jika ia telah hadir dalam bentuk kata-kata dan ide-ide. Ada kepuasaan tersendiri saat membaca tulisan. Semenjak berjalan menapaki detik-detik hari bersama kenangan figure-figure yang hadir bergantian menghiasi hari-hariku itulah sumber inspirasi untuk menulis, seperti saat duduk di tepi sungai bersama ayahku yang biasanya mengajak alam pikiran ku berpetualang bersamanya, tentang lebatnya pepohonan di tepi sungai, tentang suara gemercik air yang menurut ayahku seperti orchestra indah yang terpadukan cicit-cicit birds di sekitar sungai. Saat ini kumenghargai moment itu, ayahku mengajak ku berimajinasi dengan caranya yang unik. Mmm.., teruslah menulis jangan terhenti, ketika ada keinginan dan inspirasi menyapa cepatlah berkutat dengan tuts-tuts laptop namun jika tak memiliki laptop, cepatlah ambillah penamu!, karena tak ada alasan bahwa keterbatasan memenjarakan ide-idemu. Jadilah penulis karena profesi itu mengasyikkan mungkin anda tak sependapat denganku tapi kalau bisa berargumen, seperti yang ku utarakan di atas. Saat menulis itulah kemerdekaan menjadi diri sendiri, bebas… sebebas-bebasnya.. karena yang saya pahami, saat menjadi diri sendiri itulah “the nicest thing” dari arti hidup yang sesungguhnya. Tulisan ini hadir saat berada dikamar. Saat tak mengerjakan apapun. Imajinasiku hadir menyapa dan tak dapat menunggu. Ku goreskan setiap alphabet-alphabet hingga tertanam jauh didasar peraduan bilik hati, hingga terbentuk pelangi ide-ide dalam benak yang penuh dengan selarik-selarik cahaya pengetahuan. Baubau, 30 June 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar